Jumat, 03 Juni 2011

if x then y, if y then what ?

baiklah, di dunia ini pastilah kita tidak telepas dengan yang namanya angka. jadi bersyukurlah kalian yang suka bermain dengan angka. banyak sekali orang yang tertarik bermain angka, dan saya termasuk salah satunya. bermain angka bisa dibilang bermain dengan hal-hal yang pasti (oke, asumsi harus diterima, :D) dan saya suka itu. jujur saja, saya tidak suka dengan ketidakpastian, di mana 1 + 1 tidak sama dengan dua. tetapi, faktanya hal itu lebih sering dijumpai dalam hidup. karena itu, kesukaan saya dengan hal-hal yang pasti itu saya nikmati dengan bermain angka atau mengerjakan sesuatu yang berakhir dengan q.e.d. sungguh sangat bahagia rasanya ketika bisa menuliskan ketiga huruf tersebut di akhir pembuktian kasus.. hmm.


akan tetapi, apa yang saya alami sekarang sudah berbeda. bisa dibilang jauh berbeda dengan dulu. jika dulu x dan y saya pakai untuk menuliskan suatu persamaan, kini x dan y berarti jenis kromosom, di mana xx itu wanita dan xy itu pria. (semoga ga kebalik, haha). dan baiklah, saya harus terbiasa dengan ini. tidak mudah memang dan sampai sekarang saya masih belum bisa menemukan cara yang baik untuk menghadapi itu. oleh karena itu, saya cuma bisa membiarkan semuanya berjalan, dan berharap suatu saat bisa mendapat pencerahan. seringkali terpikir apakah saya bisa bertahan di jalan ini, tapi kini sudah terlambat untuk memikirkan hal itu lagi, dan itu justru akan membuang waktu sia-sia. yang bisa saya lakukan sekarang adalah menjalani apa yang ada di depan mata, dengan usaha terbaik tentunya.



untuk mengobati kerinduan dengan hobi saya dulu (bermain angka dan hal-hal yang pasti –red), saya sering mencoba mengkaitkan pelajaran sekarang dengan angka atau hal-hal lain. contoh konyolnya, ketika belajar tentang anatomi dinding abdomen, di mana abdomen dibagi menjadi 4 kuadran, saya pun membayangkan 4 kuadran dalam Cartesius. saat itu terbayang umbilikus sebagai koordinat (0,0), linea mediana sebagai sumbu y, dan linea transumbilikalis sebagai sumbu x. haha, sepertinya itu memang analogi yang sangat konyol, tapi saya rasa tidak ada counter example sebagai penyanggahan terhadap analogi tersebut.



ada lagi, ketika mengetahui bahwa segitiga pascal dipakai dalam genetika untuk menghitung peluang keturunan berdasar jumlah gen dominan dalam genotipnya, rasanya sangat bahagia. maaf, bukan bermaksud lebay. hehe. ketika dalam lecture diberikan rumus untuk menghitung sesuatu dengan praktis, maka pasti timbul godaan untuk mengutak-atik asal dari rumus tersebut. tapi saya pikir ini bukan hal yang salah, karena dengan begitu membantu saya untuk lebih memahami materi – meskipun hanya terbatas pada hal-hal yang terkait angka dan persamaan.



baiklah, saya sadar sepertinya akan banyak teman yang menganggap saya kurang kerjaan, tapi hal-hal seperti itulah yang membantu saya menikmati apa yang ada di depan saya saat ini

dulu, saya sangat menyukai kalimat logika ‘if x then y’ serta kontraposisinya ‘if not y then not x’ , di mana keduanya memiliki nilai kebenaran yang sama. akan tetapi, yang terjadi sekarang adalah bahwa saya sering dihadapkan dengan fakta y sehingga pertanyaan logika yang muncul adalah,if y then what? tentunya tidak mudah menjawab pertanyaan ini. oleh karena itu, saya sekarang belajar agar kelak bisa menjawabnya. baiklah, saya hanya perlu melakukan yang terbaik sesuai kemampuan saya, setidaknya itu tak akan membuat saya menyesal apapun hasilnya nanti.


semangka.

3 komentar:

  1. komen pertama...
    semangat bu dokter... hidup matematika....

    BalasHapus
  2. wew.. kok koe tekan kene sun... :D

    BalasHapus
  3. Semangka! Hidup mathmedician! :)

    BalasHapus